Abu Bakar Ash-Shiddiq Memerangi Kaum Murtad.
Ketika Rasulullah SAW wafat, orang-orang ‘Arab kembali murtad,
kecuali penduduk dua masjid, Makkah dan Madinah. Adapun qabilah Asad dan Ghathafan
telah murtad di bawah pimpinan Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadiy, seorang
dukun, dan murtad pula suku Kindah dan sekutunya di bawah pimpinan Al-‘Asy’ats
bin Qais Al-Kindiy. Kemudian diikuti oleh suku Mudzhij dan sekutunya di bawah
pimpinan Al-Aswad bin Ka’ab Al-‘Ansiy seorang dukun. Demikian pula dengan suku
Rabi’ah di bawah pimpinan Al-Ma’ruur bin Nu’maan bin Mundzir. Adapun Bani
Hanifah masih tetap di bawah pimpinan Musailamah bin Habib Al-Kadzdzaab.
Kemudian murtad pula bani Sulaim di bawah pimpinan Al-Fuja’ah, yang nama
aslinya Anas (Iyas) bin ‘Abdullah bin Abdi Yaalil. Adapun bani Tamim mereka
murtad di bawah komando Sajah, seorang wanita dukun. Di dalam kitab Al-Bidaayah
wan Nihaayah disebutkan sebagai berikut :
Al-Qashim bin Muhammad berkata, “Bani Asad, Ghathafan dan Thayyi’ bersatu
di bawah pimpinan Thulaihah Al-Aswad dan mereka mengirim duta ke Madinah,
mereka berhenti tepat di tengah kerumunan orang. Mereka diterima orang banyak,
kecuali ‘Abbas, kemudian mereka dibawa kepada Abu Bakar, kemudian menyatakan
pernyataan mereka untuk tetap menegakkan shalat, tetapi tidak membayar zakat.
Namun Allah mengilhamkan kebenaran kepada Abu Bakar, ia berkata, “Seandainya mereka
menolak membayar zakat kepadaku, pasti aku akan perangi mereka”. Kemudian Abu
Bakar menyuruh mereka untuk pulang, lalu mereka kembali ke qabilah
masing-masing. Mereka lalu membawa berita kepada kaum masing-masing bahwa
penduduk kota Madinah jumlahnya hanya sedikit sambil berusaha meyaqinkan mereka
bahwa kota Madinah mudah direbut. Kemudian Abu Bakar segera membuat posko-posko
keamanan di setiap perbatasan kota Madinah, dan mewajibkan seluruh penduduk
Madinah untuk menghadiri jama’ah di masjid. Beliau berkata, “Sesungguhnya sekarang
bumi ini dipenuhi orang kafir dan mereka melihat bahwa jumlah kalian hanya
sedikit dan kalian tidak tahu bahwa mereka akan menyerbu siang maupun malam.
Musuh yang paling dekat dari kalian sekarang sejauh satu barid. (Mereka) ingin
agar kita membiarkan mereka dan menerima persyaratan mereka. Namun secara tegas
keingingan mereka kita tolak. Oleh karena itu bersiap-siaplah dan persiapkan
diri kalian. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 704]
“Maka tidak lama kemudian, tepatnya setelah tiga hari, mereka dating
menyerbu kota Madinah, sementara sebagian dari pasukan mereka ditinggalkan di
Dzu Husay, bersiap-siap untuk membantu mereka”. Kemudian para penjaga keamanan
yang ditugaskan oleh Abu Bakar memberitahukan kepada Abu Bakar bahwa musuh
telah menyerang. Maka Abu Bakar memerintahkan agar mereka tetap berada di
tempat. Kemudian Abu Bakar keluar membawa seluruh jama’ah masjid untuk menyerbu
mereka, maka musuh-musuh lari kocar-kacir, lalu kaum muslimin mengejar mereka
dengan naik unta, kemudian ketika mereka sampai di Dzi Husay
pasukan yang disiapkan sebagai bala bantuan tadi datang menyerbu, namun
jumlah kaum muslimin lebih banyak, sehingga memenangkan pertempuran.
10. Abu Bakar memerangi kaum murtad di
sekitar Madinah.
Pada bulan Jumadil akhir tahun 11 H, Abu Bakar dengan penduduk Madinah
dan para pimpinan di perbatasan berangkat menyerbu orangorang ‘Arab di
pegunungan yang murtad di sekitar Madinah atau ikut membantu musuh yang
sebelumnya menyerang Madinah. Ketika pasukan Abu Bakar bertemu dengan musuh
yang berasal dari Bani ‘Abs, Bani Murrah, Dzubyaan dan yang ikut bersama mereka
dari Bani Kinanah, datang pula bala bantuan musuh dari Thulaihah bersama
anaknya (ada yang mengatakan keponakannya) yang bersama Hibal. Ketika dua pasukan
ini bertemu, musuh berhasil membuat tipu daya dengan membuat suara-suara yang
ditiup dari atas gunung yang membuat unta-unta pasukan Abu Bakar lari
kocar-kacir ketika mendengarnya, maka hingga malam hari mereka belum dapat
ditumpas, dan akhirnya pasukan kaum muslimin
kembali ke Madinah. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 705]
Setelah kejadian ini musuh menganggap bahwa kaum muslimin sudah lemah.
Mereka lalu mengirim utusan kepada suku-suku mereka agar mendatangkan bala
bantuan dari arah lain. Maka merekapun mulai berkumpul. Malam itu Abu Bakar
dalam keadaan siaga sambil memberi pengarahan dan motivasi kepada kaum
muslimin. Di akhir malam, beliau keluar dengan membawa seluruh pasukan untuk
menyerbu musuh. Di sayap kanan pasukan dipimpin oleh An-Nu’maan bin Muqarrin,
di sayap kiri berdiri saudaranya ‘Abdullah bin Muqarrin. Dan di garis tengah
pasukan dipimpin oleh Suwaid bin Muqarrin. Ketika fajar terbit kedua pasukan
telah bertemu, musuh tidak menyadari kedatangan kaum muslimin sedikitpun,
hingga pedang-pedang kaum muslimin menyerang mereka. Dan ketika matahari terbit,
mereka lari tunggang-langgang sambil dihujani anak panah kaum
muslimin dari belakang. Dalam peperangan ini Hibal terbunuh, dan
Abu Bakar mengejar mereka hingga sampai di Dzu Qashshah. Dan inilah awal kemenangan. Orang-orang musyrikin dihinakan
dan kaum muslimin menjadi mulia dan disegani.
Sebelumnya Banu Dzubyaan dan ‘Abs telah menyerang kaum muslimn dan
membunuhnya, begitu pula pasukan yang menyertai mereka di belakang juga ikut
berbuat hal yang sama. Maka Abu Bakar berjanji akan membunuh setiap suku
sebanyak mereka membunuh jiwa kaum muslimin, dan bahkan lebih. [Al-Bidaayah wan
Nihaayah juz 6, hal. 705]
Peperangan ini merupakan sebesar-besar pertolongan atas kemenangan
Islam dan kaum muslimin. Dengan peperangan ini kaum muslimin disegani di setiap
qabilah ‘Arab, dan orang-orang kafir di setiap qabilah menjadi hina dina.
Akhirnya Abu Bakar kembali ke Madinah dengan selamat dan membawa kemenangan dan
harta rampasan perang. Pada malam harinya mulai berdatangan ke Madinah zakat
yang diserahkan oleh ‘Adiy bin Hatim, Shafwan, dan Az-Zibriqan. Utusan pertama
datang di awwal malam, kedua di tengah malam dan yang ketiga di akhir malam. Dan
berita gembira ini dibawa oleh pimpinan posko keamanan yang berada di perbatasan.
Orang yang membawa berita kedatangan Shafwan adalah Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
orang yang membawa berita kedatangan Az- Zibriqan adalah ‘Abdur Rahman bin ‘auf,
dan orang yang memberitakan kedatangan ‘Adiy bin Hatim adalah ‘Abdullah bin
Mas’ud (ada yang mengatakan Abu Qatadah Al-Anshariy). Peristiwa ini terjadi
tepatnya enam puluh malam setelah wafatnya Rasulullah SAW. [Al-Bidaayah wan Nihaayah
juz 6, hal. 706]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar