Kamis, 02 April 2015

HANDZALAH BIN ABU AMIR


HANDZALAH BIN ABU AMIR

Setelah kekalahan kafir Quraisy di perang Badar, mereka sepakat melancarkan serangan habis-habisan terhadap orang-orang muslim, agar kebencian mereka bisa terobati dan dendam kesumat mereka bisa tersuapi. Karena itu mereka mereka menggelar persiapan untuk terjun ke kancah peperangan sekali lagi di Uhud.
Setelah genap setahun persiapan mereka pun benar-benar matang. Tidak kurang dari tiga ribu prajurit Quraisy sudah berhimpin bersama sekutu-sekutu mereka dan kabilah-kabilah kecil. Para pemimpin Quraisy pun mengajak para wanita untuk mengangkat semangat mereka di medan perang. Hewan pengangkut milik kafir Quraisy berjumlah tiga ribu onta. Ada dua ratus penunggang kuda dan tujuh ratus orang yang menggunakan baju besi.
Komandan pasukan tertinggi dipegang Abu Sufyan bin Harb, komandan pasukan kuda dipimpin Khalid bin Walid dibantu Ikrimah bin Abu Jahl. Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun ketiga hijrah. Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu (isyarat-pent) musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap kaum Muslimin (yang menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”. 
Benar saja, tujuh puluh sahabat dan tokoh-tokoh penting gugur menjadi syuhada pada pertempuran tersebut diantaranya adalah Hamzah bin Abdul Muthallib, Mush’ab bin Umair, Sa’ad bin Ar Rabi’ dan yang lainnya. Di antara mereka juga terdapat seorang ksatria bernama Hanzhalah bin Abu Amir.
Syikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuryi mengisahkan dalam kitabnya Ar Rahiqul Makhtum tentang sosok pemuda ini. Di antara pahlawan perang yang bertempur tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah Hanzhalah bin Abu Amir. Ayahnya adalah seorang tabib yang disebut si Fasik.
Hanzhalah baru saja melangsungkan pernikahan. Saat mendengar gemuruh pertempuran, yang saat itu dia masih berada dalam pelukan istrinya, maka dia segera melepaskan pelukan istrinya dan langsung beranjak untuk berjihad. Saat sudah terjun kekancah pertempuran berhadapan dengan pasukan musyrikin, dia menyibak barisan hingga dapat berhadapan langsung dengan komandan pasukan musuh, Abu Sufyan bin Harb. Pada saat itu dia sudah dapat menundukan Abu Sufyan, namun hal itu diketahui oleh Syaddad bin Al-Aswad yang kemudian menikamnya hingga meninggal dunia sebagai syahid.
Tatkala perang usai dimana kaum muslimin menghimpun jasad para syuhada dan akan menguburkannya, mereka kehilangan usungan mayat Hanzhalah. Setelah mencari kesana kemari, mereka mendapatkannya di sebuah gundukan tanah yang masih menyisakan guyuran air disana. Rasulullah shallallahu ’alaihi wassalam mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa malaikat sedang memandikan jasadnya. Lalu beliau bersabda, "Tanyakan kepada keluarganya, ada apa dengan dirinya?"
Lalu mereka bertanya kepada istrinya, dan dikabarkan tentang keadaannya sedang junub saat berangkat perang. Dari kejadian ini Hanzhalah mendapatkan julukan Ghasilul Malaikat (Orang yang dimandikan malaikat). Sampai di sini kisah tersebut.
Para syuhada Uhud dimakamkan ditempat mereka terbunuh, bahkan jasad mereka yang dibawa ke Madinah pun dikembalikan untuk dikuburkan ditempat masing-masing menemui ajalnya.
Mereka dikubur tanpa dimandikan beserta pakaian mereka yang melekat di badan. Satu lubang terdiri dari dua atau tiga jasad dan bagi mereka yang lebih banyak hafalannya dimasukkan terlebih dahulu. Wallahu ta’ala a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar