Ketabahan
Dan Penderiaan Nabi SAW Di Thaif
Dari Urwah bin Zubair RA berkata:” Aisyah
R.ha, istri Nabi SAW pernah menceitakan padanya bahwa dia pernah bertanya
kepada Rasulullah SAW, “Adakah suatu kesusahan yang lebih besar daripada
Uhud?”. Rasulullah SAW menjawab: ”Sesungguhnya aku telah banyak mendapat
kesusahan akibat perlakuan kaummu, dan perlakukan mereka yang paling
menyusahkan aku adalah ketika hari Aqabah (di Thaif dalam keadaan panas amat
terik), sehingga ketika itu meminta tempat untuk berlindung pada Ibnu Abdil
Yalil bin Abdi Kulal (salah seorang tokoh kota Thaif),
tetapi dia tidak mau menerima aku. Lalu aku pergi ke mana arah wajahku dalam
keadaan sakit. Aku terus berjalan dan kesakitanku tidak kunjung sembuh kecuali
aku tiba di Qarnits Tsa’aalib thaif (sebuah tempat di dekat Mekkah). Ketika itu
aku menengadahkan wajahku ke langit dan aku lihat awan sedang menaungi aku,
setelah aku perhatikan ternyata di awan itu adalah Jibril AS, dia beseru kapadaku:” Sesungguhnya
Allah telah mendengar semua ucapan serta perlakuan kaummu terhadapmu dan Allah
telah mengutus kepadamu malaikat penjaga
gunung agar engkau perintah padanya (hukuman) apa saja yang engkau inginkan
atas mereka”. Kemudian malaikat penjaga gunung memberikan salam kepadaku dan berkata:
” Wahai Muhammad! Apa yang telah engkau dengar dari Jibril AS adalah benar.
Katakan apa yang engkau inginkan? Jika engkau mau, kedua gunung ini akan aku
timpakan kepada mereka”. Nabi SAW menjawab: ”Tidak, tetapi aku berharap semoga
Allah ‘Azza Wajalla melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah
Allah ‘Azza Wajalla Yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun”.(HR. Bukhari dalam kitabnya jilid 1 halaman 458 dan diriwayatkan
pula oleh Muslim dan Nasa’i)
Musa bin Uqbah menyebutkan dalam al Maghazi
dari Ibnu Syihab bahwasanya setelah Abu Thalib wafat, dengan penuh harapan Nabi
SAW pergi ke Thaif, supaya orang-orang Thaif menerima dan membantu beliau.
Setibanya di sana beliau mengunjungi tiga orang Bani Tsaqif yan mana mereka
adalah tokoh dan ketiganya bersaudara, yaitu : Abdu Yalil, Habib dan Mas’ud.
Ketiganya adalah putera Amr. Beliau menerangkan maksud kedatangannya ke Thaif
dan mengeluh pada mereka mengenai perlakuan kaum Quraisy terhadap beliau.
Keluhan Nabi SAW itu tidak ada sambutan baik dari mereka, bahkan mereka
memperlakukan Nabi SAW lebih buruk lagi daripada perlakuan kaum
Quraisy”.(Demikian diceritakan oleh Ibnu Ishaq secara panjang dan tanpa isnad.
Demikian dalam kitab Fathul Bari jilid VI halaman 198)
Dari Urwah bin Zubair R.huma berkata:”
Setelah Abu Thalib wafat, orang-orang Quraisy pun mengganggu Nabi SAW lebih
hebat lagi, maka beliau pergi ke Tsaqif (Thaif) dengan harapan untuk
orang-orang Tsaqif aka menerima dan membantu beliau. Setibanya di sana beliau
menemui tiga orang pemuka Bani Tsaqif yang ketiganya bersaudara. Mereka bernama
Abdu Yalil bin Amr, Habib bin Amr dan Mas’ud bin Amr. Rasulullah SAW
menyampaikan kepada mereka perihal diri beliau juga tentang perlakuan
orang-orang Quraisy terhadap beliau. Salah seorang dari mereka berkata: ”Aku akan
mencuri kelambu Ka’bah jika benar Allh telah mengutusmu”. Yang lainnya
berkata:” Demi Allah! Setelah majlis ini, tidak akan berbicara denganmu
selama-lamanya, karena apabila memang betul kamu seorang rasul maka sungguh
kedudukanmu terlalu mulia dan aku tidak pantas berbicara denganmu”. Yang
satunya lagi berkat:” Apakah Allah tidak memilih orang lain selain engkau
sebagai utusan-Nya”.
Pembicaraan beliau dengan mereka dengan cepat
menyebar keseluruh penduduk Thaif. Sehingga mereka berkumpul untuk mengolok-olok
Nabi SAW. Mereka duduk berjejer membentuk dua barisan ( satu kanan dan satu
lagi kiri) jalan yang dilalui oleh Nabi SAW dan di tangan mereka semua memegang
batu. Ketika beliau lewat, maka tidaklah mengangkat kaki beliau, kecuali mereka
melempari beliau dengan batu tersebut sambil meneriakkan kata-kata ejekan dan
penghinaan. Setelah beliau dapat melewati barisan tersebut dan kedua kaki
beliau masih mengalirkan darah, maka beliau berjalan menuju kebun anggur dan
beliau beteduh di salah satu pohon anggur dalam keadaan risau, sedih dan lapar,
sementara kedua kaki beliau masih mengalirkan darah. Tiba-tiba beiau melihat
di dalam kebun tersebut ada Utbah bin
Rabiah dan Syaibah bin Rabiah. Ketika melihat mereka berdua, beliau hanya duduk
saja dan tidak mau meminta pertolongan dari mereka, karena beliau SAW tahu
kebencian mereka pada Allah dan Rasul-Nya. Ketika mereka berdua melihat Nabi
SAW dalam keadaan yang sangat menyedihkan, maka mereka menyuruh budaknya yang
bernama ‘Addas -- seorang Nasrani yang
berasal dari kota Ninawa -- agar mengirimkan buah anggur kepada Nabi SAW.
Setelah sampai kepada Nabi SAW, ‘Addas menyimpan buah kurma itu di hadapan Nabi
SAW. Ketika hendak memakannya, beliau mengucapkan bismillah. Mendengar ucapan
tersebut , ‘Addas merasa heran. Lalu Rasulullah SAW berkata padanya:” Dari mana
asalmu, wahai ‘Addas?”. ‘Addas menjawab: ”Aku berasal dari Ninawa.” Nabi SAW
berkata :” Kamu berasal dari kota seorang yang shaleh yang bernama Yunus bin
Matta itu?”. Maka Nabi SAW menjelaskan padanya apa-apa yang telah beliau
ketahui tentang Nabi Yunus AS. Rasulullah SAW adalah seorang yang tidak pernah
menganggap rendah pada siapa pun untuk diberi penyampaian tentang risalah Allah
SWT. ‘Addas berkata lagi:” Ya Rasulullah! Ceritakan lagi padaku tentang keadaan
Yunus bin Matta dan wahyu Allah yang diturunkan padanya, maka ‘Addas tersungkur
sujud di hadapan Nabi SAW dan mencium kedua kaki Nabi SAW yang masih
mengalirkan darah.
Ketika Utbah dan saudaranya, Syaibah
menyaksikan kelakuan budaknya itu, mereka berdua diam saja. Ketika budak itu
kembali, keduanya bertanya kepadanya:” Apakah yang menyebabkan kamu bersujud
kepada Muhammad dan mencium kedua kakinya, padahal sebelumnya aku belum pernah
melihat kamu melakukan seperti itu kepada orang lain?”. Budak itu menjawab :
”Beliau adalah seorang yang saleh dan beliau memberitahuku mengenai seorang
Rasul yang telah dihantar oleh Allah kepada kami yang bernama Yunus bin Matta,
juga beliau mengatakan padaku bahwa beliau juga adalah seorang utusan Allah.” Mendengar hal itu mereka berdua tertawa dan
berkata: ”Jangan kamu terpedaya oleh kata-katanya dan tetaplah kamu dalam agama
Nasrani, dan ketahuilah bahwa dia seorang penipu!” Kemudian Rasulullah SAW
kembali ke kota Mekkah. (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Dala’ilun Nubuwwah halaman
103)
Disebutkan dalam kitab al-Bidayah jilid III
halaman 136 dari Musa bin Uqbah: “
Ketika itu penduduk Thaif menghadang Nabi SAW di tengah perjalanan dengan
membentuk dua barisan (satu di kiri dan satu di kanan jalan). Kemudian ketika
Rasulullah SAW lewat, mereka tidak membiarkan kedua kaki beliau melangkah
kecuali mereka melemparinya dengan batu sehingga kaki beliau berdarah. Demikian
terus-menerus sehingga beliau berhasil lolos melewati barisan mereka
sedang kedua kaki beliau masih
mengalirkan darah.”
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan: ”Ketika
Rasulullah SAW merasa tidak ada harapan lagi mendapatkan kebaikan dari Bani
Tsaqif, maka beliau pun pergi meniggalkan mereka. Sebelum pergi beliau berkata
kepada mereka, -- sebagaimana yang telah diceritakan kepadaku (perawi):
”Walaupun kalian telah melakukan hal yang demikian, sebaiknya kalian
merahasiakannya untukku!” Nabi SAW berkata demikian karena beliau tidak ingin
kejadian itu diketahui oleh kaum beliau, sehingga mereka menuntut balas atas
perbuatan mereka terhadap beliau. Akan tetapi mereka tidak mau menuruti anjuran
beliau, bahkan mereka menyuruh anak-anak nakal dan hamba sahaya mereka supaya
mencaci maki dan mengolok-olok beliau, sehingga menyebabkan orang-orang yang
menentang beliau semakin banyak berkumpul mengerumuni beliau dan menggiring
beliau ke pinggir kebun Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabiah yang pada waktu
mereka berdua sedang berada dalam kebun itu. Anak-anak nakal Bani Tsaqif yang
tadi terus-menerus meggiring beliau pun segera bubar dan pulang. Beliau SAW pun
berjalan mendekati pohon anggur, lalu duduk beteduh di bawahnya. Ketika Utbah
dan Syaibah memperhatikan keadaan Nabi SAW dan mereka juga menyaksikan
perlakuan zhalim orang-orang penduduk Thoif.
Menurut apa yang diceritakan padaku (perawi)
-- “ Ketika beliau bertemu dengan seorang wanita dari Kabilah Bani Jumah, lalu
beliau berkata padanya:” Betapa pedih penderitaan yang kualami ini disebabkan
perlakuan saudara-saudara iparmu!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar