Rabu, 01 April 2015

Ketabahan Dan Penderiaan Nabi SAW Di Thaif




Ketabahan Dan Penderiaan Nabi SAW Di Thaif

Dari Urwah bin Zubair RA berkata:” Aisyah R.ha, istri Nabi SAW pernah menceitakan padanya bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Adakah suatu kesusahan yang lebih besar daripada Uhud?”. Rasulullah SAW menjawab: ”Sesungguhnya aku telah banyak mendapat kesusahan akibat perlakuan kaummu, dan perlakukan mereka yang paling menyusahkan aku adalah ketika hari Aqabah (di Thaif dalam keadaan panas amat terik), sehingga ketika itu meminta tempat untuk berlindung pada Ibnu Abdil Yalil bin Abdi Kulal              (salah seorang tokoh kota Thaif), tetapi dia tidak mau menerima aku. Lalu aku pergi ke mana arah wajahku dalam keadaan sakit. Aku terus berjalan dan kesakitanku tidak kunjung sembuh kecuali aku tiba di Qarnits Tsa’aalib thaif (sebuah tempat di dekat Mekkah). Ketika itu aku menengadahkan wajahku ke langit dan aku lihat awan sedang menaungi aku, setelah aku perhatikan ternyata di awan itu adalah  Jibril AS, dia beseru kapadaku:” Sesungguhnya Allah telah mendengar semua ucapan serta perlakuan kaummu terhadapmu dan Allah telah mengutus kepadamu malaikat  penjaga gunung agar engkau perintah padanya (hukuman) apa saja yang engkau inginkan atas mereka”. Kemudian malaikat penjaga gunung memberikan salam kepadaku dan berkata: ” Wahai Muhammad! Apa yang telah engkau dengar dari Jibril AS adalah benar. Katakan apa yang engkau inginkan? Jika engkau mau, kedua gunung ini akan aku timpakan kepada mereka”. Nabi SAW menjawab: ”Tidak, tetapi aku berharap semoga Allah ‘Azza Wajalla melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah ‘Azza Wajalla Yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun”.(HR. Bukhari dalam kitabnya jilid 1 halaman 458 dan diriwayatkan pula oleh Muslim dan Nasa’i)
Musa bin Uqbah menyebutkan dalam al Maghazi dari Ibnu Syihab bahwasanya setelah Abu Thalib wafat, dengan penuh harapan Nabi SAW pergi ke Thaif, supaya orang-orang Thaif menerima dan membantu beliau. Setibanya di sana beliau mengunjungi tiga orang Bani Tsaqif yan mana mereka adalah tokoh dan ketiganya bersaudara, yaitu : Abdu Yalil, Habib dan Mas’ud. Ketiganya adalah putera Amr. Beliau menerangkan maksud kedatangannya ke Thaif dan mengeluh pada mereka mengenai perlakuan kaum Quraisy terhadap beliau. Keluhan Nabi SAW itu tidak ada sambutan baik dari mereka, bahkan mereka memperlakukan Nabi SAW lebih buruk lagi daripada perlakuan kaum Quraisy”.(Demikian diceritakan oleh Ibnu Ishaq secara panjang dan tanpa isnad. Demikian dalam kitab Fathul Bari jilid VI halaman 198) 
Dari Urwah bin Zubair R.huma berkata:” Setelah Abu Thalib wafat, orang-orang Quraisy pun mengganggu Nabi SAW lebih hebat lagi, maka beliau pergi ke Tsaqif (Thaif) dengan harapan untuk orang-orang Tsaqif aka menerima dan membantu beliau. Setibanya di sana beliau menemui tiga orang pemuka Bani Tsaqif yang ketiganya bersaudara. Mereka bernama Abdu Yalil bin Amr, Habib bin Amr dan Mas’ud bin Amr. Rasulullah SAW menyampaikan kepada mereka perihal diri beliau juga tentang perlakuan orang-orang Quraisy terhadap beliau. Salah seorang dari mereka berkata: ”Aku akan mencuri kelambu Ka’bah jika benar Allh telah mengutusmu”. Yang lainnya berkata:” Demi Allah! Setelah majlis ini, tidak akan berbicara denganmu selama-lamanya, karena apabila memang betul kamu seorang rasul maka sungguh kedudukanmu terlalu mulia dan aku tidak pantas berbicara denganmu”. Yang satunya lagi berkat:” Apakah Allah tidak memilih orang lain selain engkau sebagai utusan-Nya”.
Pembicaraan beliau dengan mereka dengan cepat menyebar keseluruh penduduk Thaif. Sehingga mereka berkumpul untuk mengolok-olok Nabi SAW. Mereka duduk berjejer membentuk dua barisan ( satu kanan dan satu lagi kiri) jalan yang dilalui oleh Nabi SAW dan di tangan mereka semua memegang batu. Ketika beliau lewat, maka tidaklah mengangkat kaki beliau, kecuali mereka melempari beliau dengan batu tersebut sambil meneriakkan kata-kata ejekan dan penghinaan. Setelah beliau dapat melewati barisan tersebut dan kedua kaki beliau masih mengalirkan darah, maka beliau berjalan menuju kebun anggur dan beliau beteduh di salah satu pohon anggur dalam keadaan risau, sedih dan lapar, sementara kedua kaki beliau masih mengalirkan darah. Tiba-tiba beiau melihat di  dalam kebun tersebut ada Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabiah. Ketika melihat mereka berdua, beliau hanya duduk saja dan tidak mau meminta pertolongan dari mereka, karena beliau SAW tahu kebencian mereka pada Allah dan Rasul-Nya. Ketika mereka berdua melihat Nabi SAW dalam keadaan yang sangat menyedihkan, maka mereka menyuruh budaknya yang bernama ‘Addas  -- seorang Nasrani yang berasal dari kota Ninawa -- agar mengirimkan buah anggur kepada Nabi SAW. Setelah sampai kepada Nabi SAW, ‘Addas menyimpan buah kurma itu di hadapan Nabi SAW. Ketika hendak memakannya, beliau mengucapkan bismillah. Mendengar ucapan tersebut , ‘Addas merasa heran. Lalu Rasulullah SAW berkata padanya:” Dari mana asalmu, wahai ‘Addas?”. ‘Addas menjawab: ”Aku berasal dari Ninawa.” Nabi SAW berkata :” Kamu berasal dari kota seorang yang shaleh yang bernama Yunus bin Matta itu?”. Maka Nabi SAW menjelaskan padanya apa-apa yang telah beliau ketahui tentang Nabi Yunus AS. Rasulullah SAW adalah seorang yang tidak pernah menganggap rendah pada siapa pun untuk diberi penyampaian tentang risalah Allah SWT. ‘Addas berkata lagi:” Ya Rasulullah! Ceritakan lagi padaku tentang keadaan Yunus bin Matta dan wahyu Allah yang diturunkan padanya, maka ‘Addas tersungkur sujud di hadapan Nabi SAW dan mencium kedua kaki Nabi SAW yang masih mengalirkan darah.
Ketika Utbah dan saudaranya, Syaibah menyaksikan kelakuan budaknya itu, mereka berdua diam saja. Ketika budak itu kembali, keduanya bertanya kepadanya:” Apakah yang menyebabkan kamu bersujud kepada Muhammad dan mencium kedua kakinya, padahal sebelumnya aku belum pernah melihat kamu melakukan seperti itu kepada orang lain?”. Budak itu menjawab : ”Beliau adalah seorang yang saleh dan beliau memberitahuku mengenai seorang Rasul yang telah dihantar oleh Allah kepada kami yang bernama Yunus bin Matta, juga beliau mengatakan padaku bahwa beliau juga adalah seorang utusan Allah.”  Mendengar hal itu mereka berdua tertawa dan berkata: ”Jangan kamu terpedaya oleh kata-katanya dan tetaplah kamu dalam agama Nasrani, dan ketahuilah bahwa dia seorang penipu!” Kemudian Rasulullah SAW kembali ke kota Mekkah. (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Dala’ilun Nubuwwah halaman 103)
Disebutkan dalam kitab al-Bidayah jilid III halaman 136 dari Musa bin Uqbah:  “ Ketika itu penduduk Thaif menghadang Nabi SAW di tengah perjalanan dengan membentuk dua barisan (satu di kiri dan satu di kanan jalan). Kemudian ketika Rasulullah SAW lewat, mereka tidak membiarkan kedua kaki beliau melangkah kecuali mereka melemparinya dengan batu sehingga kaki beliau berdarah. Demikian terus-menerus sehingga beliau berhasil lolos melewati barisan mereka sedang  kedua kaki beliau masih mengalirkan darah.”
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan: ”Ketika Rasulullah SAW merasa tidak ada harapan lagi mendapatkan kebaikan dari Bani Tsaqif, maka beliau pun pergi meniggalkan mereka. Sebelum pergi beliau berkata kepada mereka, -- sebagaimana yang telah diceritakan kepadaku (perawi): ”Walaupun kalian telah melakukan hal yang demikian, sebaiknya kalian merahasiakannya untukku!” Nabi SAW berkata demikian karena beliau tidak ingin kejadian itu diketahui oleh kaum beliau, sehingga mereka menuntut balas atas perbuatan mereka terhadap beliau. Akan tetapi mereka tidak mau menuruti anjuran beliau, bahkan mereka menyuruh anak-anak nakal dan hamba sahaya mereka supaya mencaci maki dan mengolok-olok beliau, sehingga menyebabkan orang-orang yang menentang beliau semakin banyak berkumpul mengerumuni beliau dan menggiring beliau ke pinggir kebun Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabiah yang pada waktu mereka berdua sedang berada dalam kebun itu. Anak-anak nakal Bani Tsaqif yang tadi terus-menerus meggiring beliau pun segera bubar dan pulang. Beliau SAW pun berjalan mendekati pohon anggur, lalu duduk beteduh di bawahnya. Ketika Utbah dan Syaibah memperhatikan keadaan Nabi SAW dan mereka juga menyaksikan perlakuan zhalim orang-orang penduduk Thoif.
Menurut apa yang diceritakan padaku (perawi) -- “ Ketika beliau bertemu dengan seorang wanita dari Kabilah Bani Jumah, lalu beliau berkata padanya:” Betapa pedih penderitaan yang kualami ini disebabkan perlakuan saudara-saudara iparmu!”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar