PERANG HUNAIN
Dengan perasaan gembira karena kemenangan yang telah diberikan
Allah, kaum Muslimin masih tinggal di Makkah setelah kota itu dibebaskan.
Mereka sangat gembira karena kemenangan besar ini tidak banyak meminta
korban. Setiap terdengar suara Bilal
mengumandangkan azan shalat, mereka segera beranjak ke Masjid Suci.
Berebut-rebutan di sekitar Rasulullah, di mana saja beliau berada dan ke mana
saja beliau pergi.
Kaum Muhajirin pun sekarang dapat pulang, dapat berhubungan dengan
keluarga mereka, yang kini telah mendapat petunjuk Ilahi. Hati mereka pun sudah
yakin bahwa keadaan Islam sudah mulai stabil, dan sebagian besar perjuangan
sudah membawa kemenangan.
Namun 15 hari kemudian, setelah mereka tinggal di Makkah,
tiba-tiba tersiar berita yang membuat mereka harus segera sadar kembali.
Soalnya ialah Kabilah Hawazin yang tinggal di pegunungan tidak jauh di sebelah
timur laut Makkah—setelah melihat kemenangan Muslimin yang telah membebaskan
Makkah dan menghancurkan berhala-berhala—khawatir akan mendapat giliran
diserang pihak Muslimin.
Oleh sebab itu, Malik bin Auf dari Bani Nashr berusaha mengumpulkan kabilah-kabilah Hawazin dan Tsaqif, demikian juga kabilah-kabilah Nashr dan Jusyam. Dari pihak Hawazin semuanya ikut, kecuali Ka'ab dan Kilab.
Oleh sebab itu, Malik bin Auf dari Bani Nashr berusaha mengumpulkan kabilah-kabilah Hawazin dan Tsaqif, demikian juga kabilah-kabilah Nashr dan Jusyam. Dari pihak Hawazin semuanya ikut, kecuali Ka'ab dan Kilab.
Malik memerintahkan mereka agar berangkat ke puncak gunung dan ke
Lembah Hunain. Jika kaum Muslimin turun ke lembah itu, maka mereka harus
menyerang, sehingga dengan serangan satu orang saja barisan kaum Muslimin akan
lemah, kocar-kacir, dan saling menghantam satu sama lain. Dengan demikian
mereka akan hancur, dan pengaruh kemenangan mereka ketika membebaskan Makkah
sudah tak berarti lagi. Yang ada hanyalah kemenangan kabilah-kabilah Hunain itu
saja di seluruh jazirah Arab.
Pihak Muslimin sendiri—setelah dua pekan tinggal di Makkah—segera
melakukan persiapan senjata dan tenaga yang belum pernah mereka alami sebelum
itu. Rasulullah SAW memimpin mereka bergerak dalam jumlah 12.000 orang. Mereka
mengenakan pakaian berlapis besi yang didahului oleh pasukan berkuda dan unta
yang membawa perlengkapan dan bahan makanan.
Keberangkatan Muslimin dengan pasukan sedemikian besar ini, belum
pernah dikenal di seluruh jazirah. Setiap kabilah didahului oleh panjinya
masing-masing, tampil ke depan dengan hati bangga karena jumlah yang begitu
besar, yang takkan terkalahkan. Sampai-sampai mereka berkata satu sama lain,
"Karena jumlah kita yang besar ini, sekarang kita takkan dapat dikalahkan."
Menjelang sore hari mereka sudah sampai di Hunain. Di pintu-pintu
masuk wadi itu mereka berhenti dan tinggal di sana sampai fajar keesokan
harinya. Ketika itulah pasukan mulai bergerak lagi. Rasulullah mengikuti dari
belakang dengan menunggang bagalnya yang putih. Sementara Khalid bin Walid yang
memimpin Bani Sulaim berada di depan.
Dari selat Hunain itu mereka menyusur ke sebuah wadi di Tihamah.
Akan tetapi, begitu mereka menuruni lembah itu, tiba-tiba datanglah serangan
mendadak secara bertubi-tubi dari kabilah-kabilah yang dikomandoi Malik bin
Auf.
Dalam keremangan subuh itu mereka dihujani panah oleh pihak Malik.
Ketika itulah keadaan Muslimin jadi kacau-balau. Dalam keadaan terpukul
demikian, mereka berbalik surut dengan ketakutan dan kegentaran dalam hati.
Bahkan ada pula yang lari tunggang-langgang.
Sementara Rasulullah tetap tabah tiada bergerak di tempatnya.
Beberapa orang dari kalangan Muhajirin, Anshar serta kerabat-kerabatnya tetap
berada di sekelilingnya. Beliau memanggil orang-orang yang melarikan diri itu,
"Hai orang-orang, kalian mau ke mana? Mau ke mana?"
Namun orang-orang yang penuh ketakutan itu sudah tidak mendengar
apa-apa lagi. Yang tergambar di benak mereka hanya Hawazin dan Tsaqif
yang kini sedang meluncur turun dari perkubuan di puncak-puncak gunung. Pihak
Hawazin turun dari tempat semula, didahului oleh seseorang di atas seekor unta
berwarna merah, dan membawa sebuah bendera hitam yang dipancangkan pada sebilah
tombak panjang. Setiap ia bertemu dengan pihak Muslimin ditetakkannya
tombak itu kepada mereka, sementara pihak Hawazin, Tsaqif dan
sekutu-sekutunya terus meluncur turun dari belakang sambil terus menghantam.
Semangat baru timbul dalam hati Rasulullah. Dengan bagalnya yang
putih itu beliau ingin menerjang sendiri ke tengah-tengah musuh yang sedang
meluap-luap seperti banjir itu. Akan tetapi Abu Sufyan bin Harits menahan
kekang bagal dan dimintanya jangan maju dulu.
Abbas bin Abdul Muthalib, seorang laki-laki yang berperawakan
besar dan lantang suaranya berseru, "Saudara-saudara dari kalangan Anshar
yang telah memberikan tempat dan pertolongan. Saudara-saudara dari Muhajirin
yang telah memberikan ikrar di bawah pohon. Marilah saudara-saudara, Muhammad
masih hidup!"
Seruan itu diulang-ulang oleh Abbas, sehingga suaranya bergema ke
segenap penjuru wadi. Di sinilah adanya mukjizat itu: Orang-orang Aqabah
mendengar nama Aqabah, teringat oleh mereka akan Rasulullah, teringat akan
janji dan kehormatan diri mereka. Demikian juga dengan orang-orang Muhajirin
dan Anshar.
Mereka-semua kini kembali, dan bertempur lagi secara heroik. Pihak
Hawazin yang sudah menyusur turun dari tempatnya semula, kini berhadapan dengan
Muslimin dalam lembah itu. Sinar mentari mulai tampak dan remang pagi dengan
sendirinya menghilang. Di samping Rasulullah kini telah berkumpul beberapa
ratus orang yang siap berhadapan dengan kabilah-kabilah itu. Perasaan lega
mulai terasa oleh Rasulullah tatkala dilihatnya mereka kini kembali lagi.
Menyaksikan berkobarnya pertempuran yang semakin sengit dan melihat moril kaum Muslimin makin tinggi dalam memukul lawan, Rasulullah bersabda, "Sekarang pertempuran benar-benar berkobar. Allah tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya."
Menyaksikan berkobarnya pertempuran yang semakin sengit dan melihat moril kaum Muslimin makin tinggi dalam memukul lawan, Rasulullah bersabda, "Sekarang pertempuran benar-benar berkobar. Allah tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya."
Akhirnya kaum Muslimin berhasil memukul mundur dan mengalahkan
musuh-musuh Allah. Dengan demikian nyatalah sudah kemenangan orang-orang
beriman itu dan nyata pula kehancuran orang-orang musyrik. Kemenangan Muslimin
yang sangat menentukan itu ialah karena ketabahan Rasulullah dan sejumlah kecil
orang-orang disekelilingnya.
Dalam hal inilah turun firman Allah: "Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para
mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain,
yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah
yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas
itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan
bercerai-berai."
"Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan
kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu
tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir,
dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir."
"Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang
dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun
ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu
kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(QS At-Taubah: 25-28)
Akan tetapi kemenangan ini tidak diperoleh dengan harga murah oleh
kaum Muslimin. Mereka membayar kemenanga itu dengan harga yang mahal, dengan
jiwa orang-orang penting, dengan pahlawan-pahlawan yang gugur dalam
pertempuran. Meskipun jumlah semua korban tidak disebutkan dalam buku-buku
sirah Nabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar