Senin, 27 April 2015

Asma binti Yazid (Ummu Salamah)


Asma binti Yazid (Ummu Salamah)
(perempuan Anshar ahli pidato)
Asma binti Yazid bersama suaminya termasuk yang berhijrah ke Habasyah demi menghindari makin sengitnya kaum Quraisy memusuhi kaum Muslimin. Pada hijrahnya yang kedua yaitu ke Madinah, ia dipersulit oleh keluarganya hingga akhirnya ia terpaksa merelakan suaminya pergi sendiri ke Madinah sementara anak mereka disandera oleh keluarganya sendiri di Makkah. Hal ini berlangsung selama 1 tahun hingga akhirnya dengan tekad yang bulat ia  bersama anaknya berhasil menyusul suaminya itu ke     Madinah.Perempuan yang kemudian biasa dipanggil dengan nama Ummu Salamah ini dikenal karena kepiawaiannya dalam berkutbah. Ia adalah juru bicara kaum perempuan pada masa hidup Rasulullah. Disamping itu ia juga  meriwayatkan 80 hadis. Suatu ketika didorong keinginannya yang begitu besar untuk ikut berjihad bersama kaum lelaki, ia pernah bertanya kepada Rasulullah :Wahai Rasulullah , sesungguhnya aku adalah utusan bagi seluruh muslmah di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta`ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan perempuan, kemudian kami beriman kepadamu dan membai`atmu. Adapun kami para perempuan terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum`at, mengantar jenazah dan berjihad.Apabila mereka keluar untuk berjihad kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?  Rasulullah tersentak mendengar pertanyaan tersebut. Beliau menoleh kepada para sahabat dan bersabda : “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang perempuan tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”. Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!”.Kemudian sambil tersenyum Rasulullah bersabda : ” Wahai Asma, kembalilah dan beritahukanlah kepada para perempuan  yang berada di belakangmu bahwaperlakuan baik salah seorang diantara mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, mengikuti (patuh terhadap) apa yang ia disetujuinya, itu semua setimpal dengan seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki”.                Namun demikian, keinginan kuat yang begitu menggebu dalam dada Asma untuk ikut andil dalam berjihad tidak dapat dipadamkan begitu saja. Beberapa tahun kemudian setelah wafatnya Rasulullah saw, bersama para muhajirin dengan gagah berani ia berhasil melaksanakan niat tersebut, yaitu pada perang Yarmuk.  Bersama para muslimah lainnya, ia  berada di belakang para mujahidin untuk membantu jalannya peperangan. Mereka mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberi minum dan mengobati yang terluka serta memompa semangat juang kaum muslimin. Bahkan dalam perang besar tersebut ia berhasil membunuh 9  tentara Romawi yang ketika itu sedang dalam persembunyian.     Ibnu Katsir mengisahkan bahwa pada perang Yarmuk banyak muslimah yang ikut andil dan ambil bagian. Ia menulis : “Para perempuan menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu.” Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata:“Wahai kalian yang lari dari perempuan  yang bertakwa .Tidak akan kalian lihat tawanan. Tidak pula perlindungan. Tidak juga keridhaan”.      Asma juga adalah masuk satu dari sedikit sekali perempuan yang berbait pada bait pertama Islam yang terjadi pada tahun pertama hijriyah. Pada kesempatan tersebut Rasulullah saw membaiat para perempuan  dengan ayat yang tersebut dalam surat Al-Mumtahanah.   “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akn membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah(60) : 12).  Baiat  Asma binti Yazid adalah jujur dan ikhlas. Ini disebutkan  riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi saw bersabda: “Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma,  tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari api neraka?”. Maka dengan segera Asmapun mengikuti perintah Rasululah untuk melepas kedua gelang besarnya. Tanpa ragu dan tanpa komentar ia meletakkannya di   depan Rasulullah saw.                                                                         
Wallahu’alam bishawa

Ukasyah bin Mihshan al Asadi



Ukasyah bin Mihshan al Asadi adalah seorang sahabat Muhajirin yang berasal dari Bani Abdu Syams. Ia telah memeluk Islam pada masa-masa awal sehingga termasuk dalam as Sabiqunal Awwalin. Suatu ketika Nabi SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya, bahwa kelak di hari kiamat beliau akan memamerkan umat beliau di hadapan para pemimpin (Nabi-nabi terdahulu). Dengan bangganya beliau akan memperlihatkan umat beliau yang begitu banyak hingga memenuhi dataran dan bukit. Lalu Allah berfirman kepada Nabi SAW, “Ridhakah engkau, ya Muhammad?”
Maka Nabi SAW akan menjawab, “Aku ridha, ya Tuhanku!”
Kemudian Allah berfirman lagi, “Sesungguhnya ada tujuh puluh ribu dari umatmu yang masuk surga tanpa hisab dengan wajah seperti bulan purnama.”
Para sahabat pun terkagum-kagum dengan cerita Nabi SAW. Namun tiba-tiba Ukasyah mendekati beliau dan berkata, “Ya Rasulullah, doakanlah aku termasuk golongan itu.”
“Engkau termasuk golongan mereka!!” Kata Nabi SAW.
Melihat tindakan Ukasyah, beberapa sahabat mendekati beliau dan meminta didoakan seperti halnya Ukasyah. Beliau tersenyum melihat reaksi para sahabat tersebut dan bersabda, “Kalian sudah didahului Ukasyah.”
Perang Badar merupakan perang yang banyak memunculkan pahlawan-pahlawan Islam. Perang pertama yang sangat menentukan, apakah Islam akan tenggelam dan lenyap selagi masih embrio, ataukah akan terus tumbuh berkembang pesat? Dan sejarah membuktikan, 313 orang yang belum cukup berpengalaman dengan persenjataan terbatas dan perbekalan seadanya, apalagi memang tidak dipersiapkan untuk bertempur tetapi hanya untuk mencegat kafilah dagang Quraisy, ternyata mampu mengalahkan seribu orang pasukan kafir Quraisy yang dipimpin Abu Jahal yang berpengalaman, dengan persenjataan lengkap dan perbekalan yang lebih banyak. Tentunya semua itu terjadi tidak lepas dari pertolongan Allah SWT.
Salah satu pahlawan yang lahir di medan perang Badar ini adalah Ukasyah bin Mihshan bin Harsan  Al-Asadi. Begitu dahsyatnya ia bertempur sehingga pedangnya pun patah. Melihat hal itu, Rasulullah SAW menghampiri Ukasyah sambil membawa sebuah ranting pohon, sambil bersabda, “Berperanglah dengan ini wahai Ukasyah.”
Begitu diterima dari Nabi SAW dan digerak-gerakkan, ranting pohon itupun berubah menjadi sebuah pedang yang panjang, kuat, mengkilat dan tajam. Ukasyahpun meneruskan pertempurannya hingga Allah memberikan kemenangan pada umat Islam.
Pedang yang kemudian diberi nama “Al ‘Aun” menjadi senjata andalan Ukasyah dalam setiap pertempuran yang diikutinya, baik bersama atau tanpa Rasulullah SAW. Begitupun ketika Ukasyah menjemput syahidnya di Perang Riddah, pedang dari ranting pemberian Nabi SAW setia menemaninya.
Pada hari-hari akhir hidup Rasulullah, Rasulullah pernah mengumpulkan para sahabat dan mempersilahkan mereka untuk meng-qishos beliau bila pernah merasa beliau zalimi. Tak ada seorangpun yang berani berdiri hingga Ukasyah akhirnya berdiri.
“Ya Rasul Allah, Dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, Saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku” ucap ‘Ukasyah.
Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putri kesayangannya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin, cambuk yang dibawanya melecut tubuh kekasih yang baru saja sembuh. Namun ia juga tidak mau mengecewakan Rasulullah. Segera setelah sampai, cambuk diserahkannya kepada Rasul mulia. Dengan cepat cambuk berpindah ke tangan ‘Ukasyah. Masjid seketika mendengung seperti sarang lebah.
Abu Bakar ra, Umar ra  dan Ali bin Abi thalib ra tentu saja kecewa dan tak tinggal diam.
“Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qishos Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku”
Namun Rasulullah mencegah para sahabat yang tak diragukan lagi kesetiaannya itu. Dengan tenamg beliau saw tetap mempersilahkan Ukasyah meneruskan niatnya.
Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. ‘Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi ‘Ukasyah mengambil            qishos. “Wahai ‘Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil qishos, inilah ragaku,” Nabi selangkah maju mendekatinya.
“Ya Rasul Allah, saat Engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk itu”. Tanpa berbicara, Nabi langsung melepaskan ghamisnya yang telah memudar. Dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menangis pedih.
Melihat tegap badan manusia yang di maksum itu, ‘Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau, dia tumpahkan saat itu. ‘Ukasyah menangis gembira, ‘Ukasyah bertasbih memuji Allah, ‘Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu,
“Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengqishos manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka”.
Dengan tersenyum, Nabi berkata: “Ketahuilah duhai manusia, sesiapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini”. ‘Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah. Sedangkan yang lain berebut mencium ‘Ukasyah. Pekikan takbir menggema kembali.
“Duhai, ‘Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena kelak engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga”. Itulah yang kemudian dihembuskan semilir angin ke seluruh penjuru Madinah.
Pembunuh Ukasyah adalah Thulaihah al Asadi yang saat itu mengaku sebagai nabi, tetapi kemudian menjadi sadar dan kembali kepada Islam dan menjadi baik keislamannya. Ketika Umar bertemu dengan Thulaihah, ia berkata, “Apakah engkau yang telah membunuh orang yang saleh, Ukasyah bin Mihshan??”
Thulaihah menjawab, “Ukasyah menjadi orang yang bahagia (menjadi syahid) karena diriku, dan aku menjadi orang celaka karena dirinya. Tetapi aku memohon ampun kepada Allah…”
Kemudian Thulaihah menyitir sabda Nabi SAW, “Surga itu diliputi oleh hal-hal yang dibenci dan neraka itu ditaburi oleh hal-hal yang disukai…”
Umar bin Khaththab hanya tersenyum dan membenarkan Thulaihah.
Subhanallah 

Senin, 13 April 2015

Abu Ubaidah Bin Jarah RA.


Kelahiran dan perkembangannya: Abu Ubaidah bin Jarah ra. lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarah yang dijuluki dengan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.
Masuk Islam dari sejak dini: Abu Ubaidah termasuk orang yang masuk Islam dari sejak dini, dia memeluk Islam satu hari setelah Abu Bakar sidik r.a. memeluk Islam. Dia masuk Islam bersama Abdurrahman bin Auf, Usman bin Mazun dan Arqom bin Abil Arqom di tangan Abu Bakar Sidik. Abu Bakar lah yang membawakan mereka menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan syahadat di depan beliau. Abu Ubaidah sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah saw. Dia lah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Badar, sehingga ayat Alquran turun mengenai dia seperti tertera dalam suarah Al Mujadilah ayat 22.
Artinya, “Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi orang-orang yang menentang Allah swt. dan Rasulullah, walaupun orang tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri keimanan di dalam hati mereka dan Dia bekali pula dengan semangat. Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun senang dengan Allah. Mereka itulah perajurit Allah, ketahuilah bahwa perajurit Allah pasti akan sukses. (Al-Mujadilah, 22)
Gagah dan Jujur: Rasulullah aw. menjulukinya dengan seorang yang “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Kristen menemui Rasulullah saw. Mereka mengatakan, “Ya Ayah Kasim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.” Rasulullah saw. bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang ‘gagah dan jujur’.”
Dalam kaitan ini, Umar bin Khatab r.a. mengatakan, “Saya berangkat mau salat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi salat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami salat Zuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabada, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah pun berangkat bersama mereka.”
Sikapnya Dalam Peristiwa Saqifah: Sepeninggal Rasulullah saw. Umar bin Khatab r.a. mengatakan kepada Abu Ubaidah bin Jarah di hari Saqifah, “Ulurkan tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sungguh di setiap kaum terdapat orang jang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Lalu Abu Ubaidah menjawab, ‘Saya tidak mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah saw. menjadi imam kita di waktu salat, oleh sebab itu kita seyogianya membuatnya jadi imam sepeninggal Rasulullah saw.
Jihadnya:
Abu Ubaidah bin Jarah r.a. ikut partisipasi dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu mempunyai andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Dia berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah dia berhasil menaklukkan semua negeri tersebut.
Ketika wabah penyakit Taun merajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Khatab r.a. mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, “Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah serdadu muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal di sini.” Setelah Umar r.a. membaca surat itu, dia menangis, sehingga para hadirin bertanya, “Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu.”
Biografinya:
Sepeninggal Abu Ubaidah r.a. Muaz bin Jabal berpidato di hadapan kaum muslimin yang berisi, “Hai sekalian kaum muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari dia. Oleh sebab itu kasihanilah dia, semoga kamu akan dikasihani Allah.”
Wafatnya:
Menjelang kematian Abu Ubaidah r.a. dia memesankan kepada serdadunya sbb., “Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan, jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah salat, bayar zakat, puasalah bulan Ramadan, berdermalah, tunaikan ibadah haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapapun seorang melakukan seribu upaya, dia pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat…Assalamu alaikum warahmatullah’.”
Kemudian beliau melihat kepada Muaz bin Jabal r.a. dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah salat mereka.” Setelah itu, Abu Ubaidah r.a. pun menghembuskan nafasnya yang terakhir

Aisyah RA


Aisyah RA
Seorang gadis kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan teman-temannya. Rambutnya awut awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan datang ke tempat anak-anak tadi bermain-main. Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-iaki paling agung di antara manusia, Nabi ummat Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang wanita. Aisyah adalah salah seorang putri tersayang Sayidina Abu Bakar ra, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama.
Aisyah rha. lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orangtuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia – agama Islam – dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia. Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia.
Di seluruh dunia, ia diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya secara sempurna semua yang disampaikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, ta’lim, dan mudzakarah Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama Islam. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.
Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang sahabat yang setia, Abu Bakar ra, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan pertama, dan setelah Fathima rha. meninggai dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuasaan Umar al-Faruq, khalifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang pen ting. Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi Islam, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur. Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Madinah di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.
Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu. Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya.
Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang tera khir, Aisyah tidak mempunyai minyak Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan tunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.
Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada basyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah menjadi keputusan terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam.
Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Madinah dan di seluruh dunia Islam. Aisyah rha. bersama Khadijah rha. dan Fathima az-Zahra rha. dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fathimah rha. di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah rha, dengan Aisyah rha sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah rha. nomor dua sesudah Nabi Muhammad SAW, di atas semua istri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah orang pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi

Khadijah Al-Kubra RA


Khadijah rha. adalah orang pertama yang memeluk Islam. Ia menduduki tempat terhormat sebagai istri pertama Nabi Muhammad saw. Waktu ia menikah, Muhammad SAW berusia 25 tahun, dan Khadijah 40 tahun. Pada hari yang telah ditentukan, sanak keluarga Muhammad, termasuk pamannya Abu Thalib dan Hamzah ra, berkumpul di rumah Khadijah rha. Abu Thalib-lah yang memberikan kata sambutan dalam upacara pernikahan mereka. Nabi Muhammad tidak menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup. Khadijah sempat mendampingi Muhammad 25 tahun lamanya setelah perkawinan, dan meninggal dunia tiga tahun sebelum Hijrah.
Khadijah memberikan enam anak, dua laki-laki: Qasim dan Abdullah, keduanya meninggal waktu masih bayi dan empat orang anak wanita: Fathimah az-Zahra, Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum. Karena Qasim-lah kadang-kadang Nabi disebut Abul Qasim (ayah Qasim). Anaknya – Zainab – dinikahkan dengan sepupu Zainab. Kedua anak perempuan lainnya, Ruqaya rha. dengan Usman ra. dan Ummi Kalsum rha. juga dengan Usman ra. setelah Ruqaya meninggal dunia. Fathimah az-Zahra rha, anak yang paling disayang Nabi, dinikahkan dengan Ali ra. Keturunan penerus Nabi ialah melalui anak laki-laki Fathimah az-Zahra, Hasan dan Husain. Kecuali Ibrahim yang juga meninggal dunia dalam usia muda, semua anak Nabi diperoleh dari perkawinan beliau dengan Khadijah. Rumah kediaman Khadijah kemudian dibeli oleh Amir Muawiya dan diubah menjadi masjid. Sampai sekarang, masjid itu masih menggunakan nama wanita agung itu.
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya. Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’.
Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan. Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.” Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, pada hal di hadapan kita ada “wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.”
(Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW, Imam Adz-Dzahabi berkata : “Keshahihannya telah disepakati.”)
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia ? Sayidah Khadijah rha. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah rha. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita. Betapa tidak, karena Khadijah rha. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat- ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong. Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah rha. Khadijah rha. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.”
Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali peneguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal. Itulah dia, Khadijah rha, yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.” Maka Khadijah rha. menjawab :”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan).”
Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah rha. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah rha. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah rha. mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya. Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.”
( HR. Imam Ahmad dalam “Musnad”-nya, 6/118)
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhannya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.” (Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539

Rasulullah SAW Takut terhadap Dunia Yang Melimpah


Asy-Syaikhany mengeluarkan dari Abu Sa’id Al-Khudry di dalam sebuah hadits, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau, lalu beliau bersabda,
“Sesungguhnya yang paling kutakutkan atas kalian ialah jika Allah membukakan kesenangan dan perhiasan dunia kepada kalian.”Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/144.
Asy-Syaikany juga mengeluarkan sebuah hadits dari Amr bin Auf Al-Anshay Radhiyallahu Anhu, yang di dalamnya dia berkata, “Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“TerimaIah kabar gembira dan satu harapan bagi kalian Demi Allah, bukan kemiskinn yang aku takutkan terhadap kalian, tetapi aku justru takut jika dunia dihamparkan kepada kalian, sebagaimana yang pernah dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu mereka saling berlomba untuk mendapatkannya, sehingga kalian menjadi binasa seperti yang mereka alami.”
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/141
Ya’qub bin Sufyan mengeluarkan dari IbnuAbbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Allah mengutus seorang malaikat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang disertai Jibril Alaihi Salam. Malaikat itu berkata, “Sesungguhnya Allah menyuruh engkau untuk memilih, apakah engkau menjadi hamba dan nabi, ataukah menjadi raja dan sekaligus nabi.” Beliau menoleh ke arah Jibril layaknya orang yang meminta saran. Maka Jibril memberi isyarat, agar beliau merunduk dan patuh. Maka beliau menjawab, “Aku pilih menjadi hamba dan nabi.”Setelah kejadian ini beliau tidak pemah makan sambil telentang, hingga beliau wafat. Yang serupa dengan ini juga diriwayatkan Al-Bukhary dan An-Nasa’y. Begitulah yang disebutkan di dalam Al-Bidayah, 6:48.
Ahmad mengeluarkan dengan isnad yang shahih, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, “Umar bin Al-Khaththab ra. bercerita kepadaku, “Aku pernah memasuki rumah Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam, yang saat itu beliau sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah aku duduk di dekat beliau, aku baru tahu bahwa beliau juga menggelar kain mantelnya di atas tikar, dan tidak ada sesuatu yang lain, Tikar itu telah menimbulkan bekas guratan di lambung beliau. Aku juga melihat di salah satu pojok rumah beliau ada satu takar gandum. Di dinding tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Melihat kesederhanaan ini kedua mataku meneteskan air mata. “Mengapa engkau menangis wahai Ibnul-Khaththab?” tanya beliau. “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis jika melihat gurat-gurat tikar yang membekas di lambung engkau itu dan lemari yang hanya diisi barang itu? Padahal Kisra dan Kaisar hidup di antara buab-buahan dan sungai yang mengalir. Engkau adalah Nabi Allah dan orang pilihan-Nya, sementara lemari engkau hanya seperti itu.”
“Wahai Ibnul-Khaththab, apakah engkau tidak ridha jika kita mendapatkan akhirat, sedangkan mereka hanya mendapatkan dunia?”
Al-Hakimjuga mentakhrijnya secara shahih, berdasarkan syarat Muslim. Ibnu Hibban meriwayatkannya dari Anas, dan dia menyebutkan yang seperti ini. Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib, 5/161

Rasulullah SAW Menahan Lapar


Rasulullah SAW Menahan Lapar

Muslim dan Tarmidzi telah meriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir ra. dia berkata: Bukankah kamu sekarang mewah dari makan dan minum, apa saja yang kamu mau kamu mendapatkannya? Aku pernah melihat Nabi kamu Muhammad SAW hanya mendapat korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya!
Dalam riwayat Muslim pula dari An-Nu’man bin Basyir ra. katanya, bahwa pada suatu ketika Umar ra. menyebut apa yang dinikmati manusia sekarang dari dunia! Maka dia berkata, aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.
Suatu riwayat yang diberitakan oleh Abu Nu’aim, Khatib, Ibnu Asakir dan Ibnun-Najjar dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang bersembahyang duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu bersembahyang duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia. (Kanzul Ummal 4:41)
Ahmad meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Sekali peristiwa keluarga Abu Bakar ra. (yakni ayahnya) mengirim (sop) kaki kambing kepada kami malam hari, lalu aku tidak makan, tetapi Nabi SAW memakannya – ataupun katanya, beliau yang tidak makan, tetapi Aisyah makan, lalu Aisyah ra. berkata kepada orang yang berbicara dengannya: Ini karena tidak punya lampu. Dalam riwayat Thabarani dengan tambahan ini: Lalu orang bertanya: Hai Ummul Mukminin! Apakah ketika itu ada lampu? Jawab Aisyah: Jika kami ada minyak ketika itu, tentu kami utamakan untuk dimakan.
(At-Targhib Wat-Tarhib 5:155; Kanzul Ummal 5:155)
Abu Ya’la memberitakan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Ada kalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak ada satu hari pun yang berlampu, dan dapurnya pun tidak berasap. Jika ada minyak dipakainya untuk dijadikan makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:154; Majma’uz Zawatid 10:325)
Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Urwah dari Aisyah ra. dia berkata: Demi Allah, hai anak saudaraku (Urwah anak Asma, saudara perempuan Aisyah), kami senantiasa memandang kepada anak bulan, bulan demi bulan, padahal di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak pernah berasap. Berkata Urwah: Wahai bibiku, jadi apalah makanan kamu? Jawab Aisyah: Korma dan air sajalah, melainkan jika ada tetangga-tetangga Rasulullah SAW dari kaum Anshar yang membawakan buat kami makanan. Dan memanglah kadang-kadang mereka membawakan kami susu, maka kami minum susu itu sebagai makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:155)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah ra. katanya: sering kali kita duduk sampai empat puluh hari, sedang di rumah kami tidak pernah punya lampu atau dapur kami berasap. Maka orang yang mendengar bertanya: Jadi apa makanan kamu untuk hidup? Jawab Aisyah: Korma dan air saja, itu pun jika dapat. (Kanzul Ummal 4:38)
Tarmidzi memberitakan dari Masruq, katanya: Aku pernah datang menziarahi Aisyah ra. lalu dia minta dibawakan untukku makanan, kemudian dia mengeluh: Aku mengenangkan masa lamaku dahulu. Aku tidak pernah kenyang dan bila aku ingin menangis, aku menangis sepuas-puasnya! Tanya Masruq: Mengapa begitu, wahai Ummul Mukminin?! Aisyah menjawab: Aku teringat keadaan di mana Rasulullah SAW telah meninggalkan dunia ini! Demi Allah, tidak pernah beliau kenyang dari roti, atau daging dua kali sehari. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148)
Dalam riwayat Ibnu Jarir lagi tersebut: Tidak pernah Rasulullah SAW kenyang dari roti gandum tiga hari berturut-turut sejak beliau datang di Madinah sehingga beliau meninggal dunia. Di lain lain versi: Tidak pernah kenyang keluarga Rasulullah SAW dari roti syair dua hari berturut-turut sehingga beliau wafat. Dalam versi lain lagi: Rasulullah SAW telah meninggal dunia, dan beliau tidak pernah kenyang dari korma dan air. (Kanzul Ummal 4:38)
Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi telah berkata Aisyah ra.: Rasulullah SAW tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut, dan sebenarnya jika kita mau kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar dari dirinya sendiri. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)
Ibnu Abid-Dunia memberitakan dari Al-Hasan ra. secara mursal, katanya: Rasulullah SAW selalu membantu orang dengan tangannya sendiri, beliau menampal bajunya pun dengan tangannya sendiri, dan tidak pernah makan siang dan malam secara teratur selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau kembali ke rahmatullah. Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. katanya: Tidak pernah Rasulullah SAW makan di atas piring, tidak pernah memakan roti yang halus hingga beliau meninggal dunia. Dalam riwayat lain: Tidak pernah melihat daging yang sedang dipanggang (maksudnya tidak pernah puas makan daging panggang). (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)
Tarmidzi memberitakan dari Ibnu Abbas ra. katanya: Rasulullah SAW sering tidur malam demi malam sedang keluarganya berbalik-balik di atas tempat tidur karena kelaparan, karena tidak makan malam. Dan makanan mereka biasanya dari roti syair yang kasar. Bukhari pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pernah Rasulullah SAW mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tetapi beliau menolak dan tidak makan. Dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW meninggal dunia, dan beliau belum pernah kenyang dari roti syair yang kasar keras itu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148 dan 151)
Pernah Fathimah binti Rasulullah SAW datang kepada Nabi SAW membawa sepotong roti syair yang kasar untuk dimakannya. Maka ujar beliau kepada Fathimah ra: Inilah makanan pertama yang dimakan ayahmu sejak tiga hari yang lalu! Dalam periwayatan Thabarani ada tambahan ini, yaitu: Maka Rasulullah SAW pun bertanya kepada Fathimah: Apa itu yang engkau bawa, wahai Fathimah?! Fathimah menjawab: Aku membakar roti tadi, dan rasanya tidak termakan roti itu, sehingga aku bawakan untukmu satu potong darinya agar engkau memakannya dulu! (Majma’uz Zawa’id 10:312)
Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Sekali peristiwa ada orang yang membawa makanan panas kepada Rasulullah SAW maka beliau pun memakannya. Selesai makan, beliau mengucapkan: Alhamdulillah! Inilah makanan panas yang pertama memasuki perutku sejak beberapa hari yang lalu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)
Bukhari meriwayatkan dari Sahel bin Sa’ad ra. dia berkata: Tidak pernah Rasulullah SAW melihat roti yang halus dari sejak beliau dibangkitkan menjadi Utusan Allah hingga beliau meninggal dunia. Ada orang bertanya: Apakah tidak ada pada zaman Nabi SAW ayak yang dapat mengayak tepung? Jawabnya: Rasulullah SAW tidak pernah melihat ayak tepung dari sejak beliau diutus menjadi Rasul sehingga beliau wafat. Tanya orang itu lagi: Jadi, bagaimana kamu memakan roti syair yang tidak diayak terlebih dahulu? Jawabnya: Mula-mula kami menumbuk gandum itu, kemudian kami meniupnya sehingga keluar kulit-kulitnya, dan yang mana tinggal itulah yang kami campurkan dengan air, lalu kami mengulinya. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)
Tarmidzi memberitakan daiipada Abu Talhah ra. katanya: Sekali peristiwa kami datang mengadukan kelaparan kepada Rasulullah SAW lalu kami mengangkat kain kami, di mana padanya terikat batu demi batu pada perut kami. Maka Rasulullah SAW pun mengangkat kainnya, lalu kami lihat pada perutnya terikat dua batu demi dua batu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:156)
Ibnu Abid Dunia memberitakan dari Ibnu Bujair ra. dan dia ini dari para sahabat Nabi SAW Ibnu Bujair berkata: Pernah Nabi SAW merasa terlalu lapar pada suatu hari, lalu beliau mengambil batu dan diikatkannya pada perutnya. Kemudian beliau bersabda: Betapa banyak orang yang memilih makanan yang halus-halus di dunia ini kelak dia akan menjadi lapar dan telanjang di hari kiamat! Dan betapa banyak lagi orang yang memuliakan dirinya di sini, kelak dia akan dihinakan di akhirat. Dan betapa banyak orang yang menghinakan dirinya di sini, kelak dia akan dimuliakan di akhirat.’
Bukhari dan Ibnu Abid Dunia meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Bala yang pertama-tama sekali berlaku kepada ummat ini sesudah kepergian Nabi SAW ialah kekenyangan perut! Sebab apabila sesuatu kaum kenyang perutnya, gemuk badannya, lalu akan lemahlah hatinya dan akan merajalelalah syahwatnya!
(At-Targhib Wat-Tarhib 3:420).