Abu
Bakar Ash-Shiddiiq RA.
Mengirim Jaisy Usamah
Pertama-tama yang dilakukan Abu
BakarAsh-Shiddiiq setelah beliau dibai’at menjadi Khalifah adalah memberangkatkan
pasukan Usamah bin Zaid yang dahulu pernah dipersiapkan Rasulullah SAW untuk
berangkat berperang ke daerah Syam, namun pada waktu itu pasukan Usamah baru
mengadakan persiapan di Jurf, kemudian Rasulullah SAW wafat. Sebagaimana telah
kita ketahui, bahwa Rasulullah SAW pernah mengangkat Usamah menjadi Panglima
perang yang akan diberangkatkan ke daerah Syam, Nabi SAW bersabda kepada Usamah
:
Pergilah kamu ke tempat terbunuhnya
ayahmu, maka injaklah mereka dengan pasukan kuda. Sesungguhnya aku menyerahkan
pimpinan pasukan ini kepadamu. Serbulah
penduduk Ubna pada pagi hari dan bakarlah (hancurkanlah) mereka. Cepatlah berjalan
agar kamu cepat mendapatkan berita-berita
itu. Jika Allah memberi kemenangan kepadamu atas mereka, maka janganlah kamu
berlama-lama tinggal bersama mereka. Bawalah bersamamu para penunjuk jalan dan
dahulukanlah di depanmu mata-mata dan para penyelidik”.
[Thabaqaat Ibnu Sa’ad juz 2, hal. 190]
Perintah Nabi SAW tersebut
maksudnya sebagai berikut :
1.
Usamah bin
Zaid agar berangkat ke tempat ayahnya terbunuh dalam pertempuran di Mu’tah, yaitu diperbatasan Balqaa’ dan Daarum (dua tempat yang
termasuk daerah Palestina).
2.
Usamah harus
dapat menginjakkan kaki kuda yang dikendarainya di tempat tersebut.
3.
Usamah
supaya memimpin tentara yang beliau kerahkan ke tempat tersebut.
4.
Agar
menyerang musuh (penduduk Ubna) pada waktu Shubuh dan menghancur-binasakan
mereka.
5.
Usamah agar
berjalan cepat dan tepat dalam segala tugas yang harus diselesaikan agar tidak
didahului oleh musuh.
6.
Jika
mendapat kemenangan, maka tidak boleh berlama-lama tinggal diantara musuh,
cukup sebentar saja, kemudian kembali ke Madinah.
7.
Supaya membawa
penunjuk jalan agar tidak terlalu lama dalam perjalanan. Demikian pula harus
mengirim mata-mata dan penyelidik lebih dahulu agar jangan sampai dijebak
musuh.
Ketika Rasulullah SAW sakit,
pasukan Usamah masih berada di Jurf. Setelah Rasulullah SAW wafat, keadaan
menjadi kacau-balau. Kemunafiqan mulai kelihatan di Madinah. Bahkan tidak
sedikit dari sukusuku ‘Arab sekitar Madinah yang murtad keluar dari Islam.
Ditambah lagi sebagian dari mereka tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar
Ash- Shiddiq, dan ketika itu shalat Jum’at tidak lagi didirikan kecuali di
Makkah dan Madinah. Tersebutlah sebuah kota yang bernama Juwats di Bahrain, kota
ini termasuk kota yang pertama kali didirikan shalat Jum’at setelah situasi
agak tenang dan orang-orang kembali kepada kebenaran. Diantara negeri yang
tetap istiqamah di atas Islam adalah negeri Tsaqif di Thaif, mereka tidak lari
dan tidak pula murtad. Ketika berbagai masalah besar ini terjadi, banyak yang
mengusulkan kepada Abu Bakar agar menunda keberangkatan pasukan Usamah, karena
ummat membutuhkan mereka untuk mengatasi masalah yang lebih penting. Dengan alas
an bahwa pasukan yang disiapkan Nabi tersebut waktu itu dipersiapkan ketika negeri
Islam Madinah dalam kondisi aman. Termasuk diantara orang-orang yang mengajukan
usul tersebut adalah ‘Umar bin Khaththab RA, ia mengusulkan penundaan
keberangkatan pasukan Usamah itu. Namun Abu
Bakar Ash-Shiddiq dengan tegas
menolak saran tersebut. Beliau berpendapat harus tetap segera memberangkatkan pasukan
Usamah. Sampai-sampai beliau bersumpah :
“Demi Allah, aku tidak
akan melepas buhul yang telah diikat oleh Rasulullah SAW, walaupun burung
menyambar kita dan seluruh binatang buas di sekitar Madinah menyerang kita,
bahkan sekalipun anjing-anjing menyeret kaki-kaki Ummahaatul Mu’minin (istri-istri
Rasulullah), aku akan tetap memberangkatkan pasukan Usamah. Dan aku akan
memerintahkan agar orang-orang tetap berjaga di sekitar Madinah”. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 695]
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia
berkata :
“Ketika Rasulullah SAW
wafat, orang-orang ‘Arab kembali murtad dan kemunafiqan tersebar di mana-mana. Demi
Allah, sungguh beban berat menimpaku, seandainya menimpa gunung-gunung yang
kokohpun niscaya akan hancur luluh. Dan para shahabat Muhammad SAW ibarat
kambing yang kocar-kacir karena kehujanan di malam yang gelap-gulita dan dingin
di tengah-tengah padang pasir yang dipenuhi binatang buas. Demi Allah, tidaklah
mereka berselisih melainkan segala permasalahan itu berhasil diselesaikan oleh
ayahku dengan cepat dan tepat”. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 6, hal. 696]
Kemudian ketika Abu Bakar bersiap-siap
memberangkatkan pasukan Usamah, sebagian kaum Anshar berkata kepada ‘Umar,
“Katakan kepadanya agar beliau mengganti dan tidak menunjuk Usamah sebagai pimpinan
kita. Maka ‘Umar segera melaporkan hal itu kepada Abu Bakar, maka Abu Bakar
menarik janggut ‘Umar dan berkata:
“Susah-payah ibumu melahirkanmu
wahai Ibnul Khaththab, apakah aku akan mengangkat pimpinan selain pimpinan yang
telah ditunjuk Rasulullah SAW ?”. Kemudian Abu Bakar segera bangkit dan
berjalan menuju Jurf untuk memeriksa pasukan Usamah, lalu beliau memerintahkan
agarpasukan diberangkatkan, sementara beliau mengantar dengan berjalan kaki bersama
mereka. Waktu itu Usamah menaiki kendaraan sedangkan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf
memegang tali kekang unta Abu Bakar Ash-Shiddiq. Usamah berkata, “Wahai
Khalifah Rasulullah, naiklah ke atas kendaraan ini, atau aku akan turun”. Abu
Bakar menjawab, “Demi Allah, engkau tidak boleh turun dan aku tidak akan naik”.
Setelah itu Abu Bakar meminta
kepada Usamah agar ‘Umar bin
Khathathab diperbolehkan untuk menemani beliau di Madinah (sebelumnya ‘Umar
termasuk satu diantara anggota pasukan Usamah), maka Usamah pun mengabulkannya.
Setelah peristiwani ‘Umar kalau bertemu dengan Usamah mengucapkan salam
kepadanya,
“Assalaamu ‘alaika ayyuhal
amiir”. [Al-Bidayah wan Nihayah juz 6, hal. 696] Sebagaimana kita ketahui bahwa
ketika Rasulullah SAW menunjuk Usamah bin Zaid untuk memimpin pasukan, banyak
orang yang heran dan tidak setuju karena Usamah bin Zaid masih muda, sedangkan
pasukan yang dipimpinnya banyak orang-orang tua yang sudah berpengalaman. Setelah
Nabi SAW mendengar yang demikian itu, beliaupun sangat marah. Beliau dalam
keadaan sakit, dengan memakai ikat di kepala, beliau keluar dari rumah dengan
wajah yang tampak marah sekali. Kemudian beliau naik mimbar dan berpidato.
Setelah beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya,
lalu beliau bersabda :
Adapun sesudah itu, wahai
segenap manusia, mengapa ada perkataanperkataan
yang sampai kepadaku dari
antara kalian tentang penunjukanku kepada Usamah ? Jika kalian mencela tentang
pengangkatanku kepada Usamah menjadi pimpinan pasukan, maka berarti kalian mencela
tentang pengangkatanku terhadap ayahnya dahulu menjadi pimpinan pasukan.Demi
Allah, jika ia (ayahnya) seorang yang pantas memimpin pasukan perang, maka
sesungguhnya anaknyapun pantas pula menjadi pimpinan sepeninggalnya. Sesungguhnya ia adalah salah
seorang yang paling aku cintai. Dan sesungguhnya keduanya menjadi tempat
persangkaan bagi setiap kebaikan, sebab itu nasehatilah yang baik kepadanya,
karena dia adalah termasuk orang pilihan diantara kalian. [Thabaqaat Ibnu Sa’ad juz 2, hal. 190]
Setelah Nabi SAW turun dari
mimbar, lalu beliau masuk rumah. Setelah kaum muslimin mendengar pidato Nabi
SAW tersebut, maka lenyaplah segala desas-desus yang tidak baik terhadap
Usamah. Hal tersebut terjadi lagi ketika Abu Bakar akan memberangkatkan pasukan
Usamah, ada lagi orang-orang yang tidak setuju dengan kepemimpinan Usamah,
namun Abu Bakar tetap memberangkatkan pasukan Usamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar